Sekarang kita akan membahas, apa siy yang ilmu parenting tidak bisa lakukan. Intinya, ilmu parenting khususnya riset mengenai otak bayi ini 'hanya' bisa menerangkan garis besar saja, pola kerja saja secara umum. Ia tidak bisa membuat rumus/solusi yang spesifik untuk setiap kasus. Ataupun rumus generik dalam kehidupan nyata. Untuk mendapatkan solusinya, maka setiap orang tua harus mempu mengenali anaknya dengan baik.
*Jleb... mantaaabbbb. Mengena banget...
Kalau lagi insyaf, saya sering berkata pada diri sendiri, "Kalau bukan saya, ibunya yang belajar memahami anaknya, lalu siapa lagi? Saya yang mengandungnya selama 40 minggu. Dia ikut kemana saya pergi. Merasakan detak jantung saya. Memakan apa yang saya makan, meminum apa yang saya minum. Ikut kelelahan bersama fisik saya, bahkan mungkin mampu mengintip ruang hati saya ketika saya sedih,gembira, terharu dan bermacam perasaan lainnya. Sedikit banyak, selama 9 bulan itu si anak belajar dari dan bersama saya. Sungguhlah egois jika saya tidak berusaha untuk belajar, mendalami apa yang terbersit dalam hatinya."
Aah tapi ya begitulah.. si sayah mah egonya masih segunung. Makanya semangat baca buku ini. Salah satu ikhtiar untuk memahami, dan mendidik buah hati .... dengan cinta.
Ok back to the topic.
Nah, si ilmu parenting ini sulit untuk menemukan rumus umum ut semua masalah dikarenakan 4 hal, yaitu :
1.
Setiap anak berbeda.
Susunan saraf-saraf dalam otak akan berbeda untuk setiap
orang. Dua anak akan memberikan reaksi yang berbeda untuk setiap situasi yang
sama. Jadi tidak ada satu nasihat tentang pendidikan terhadap anak yang pas
untuk semua anak. Setiap saran sifatnya individual. Cara terbaik untuk
mengetahui solusi dari setiap masalah, adalah kenali putra putri kita dengan
baik. Meluangkan lebih banyak waktu dengan mereka. Mengetahui bagaimana mereka
bersikap dan bereaksi terhadap suatu masalah. Dan tindakan apa yang berpengaruh
atau tidak terhadap mereka.
Dari sisi ilmu parenting, kemampuan otak untuk merespon
rangsangan dari lingkungannya amat sangatlah rumit dan membingungkan. Keunikan
seseorang juga makin bertambah komplek karena dipengaruhi oleh budaya dan nilai
di suatu system. Yang paling nampak perbedaannya adalah keluarga yang hidup dalam kemiskinan
mempunyai masalah yang sangat berbeda dengan keluarga menengah-atas. Otak
memberikan respon yang berbeda atas situasi tersebut. Sehingga hal yang
sulit bagi seorang peneliti untuk ‘menghasilkan’ sebuah ilmu yg solutif untuk
setiap kondisi.
Jadi, ibu... yang paling bisa membantu anakmu, adalah dirimu. kenali ia dengan baik, singkirkan egomu. Mari kita rehat dari kericuhan dunia, untuk si dia yang kau cinta.
2.
Setiap orang tua berbeda.
Anak dibesarkan oleh dua sistem parenting yang berbeda.
Sistem yang melekat pada diri ayah, dan ibu. Masing-masing memilki prioritas
yang berbeda, dan hal ini bisa menjadi sumber konflik yang hebat.
Oleh karenanya diperlukan kerjasama antara ayah dan ibu.
Kesepakatan-kesepakatan dalam mendidik anaknya. Namun kesepakatan itu tidak ada
yang 100% berjalan sempurna. Ada saja hal-hal yang perlu dikompromikan lagi,
dikaji ulang dan seterusnya. Hal ini terkadang menimbulkan kebingungan pada
anak. Dan respon anak terhadap situasi ini akan berbeda. Hal ini juga menjadi
hal yang rumit bagi sebuah riset untuk membuat satu formulasi yang khusus.
Nah, kalau bagian ini memang perlu tenggang rasa, saling memahami, dan lapang dada antara ibu dan ayah. Kuncinya komunikasi kan ya? Tapi semuanya tidak semudah teori ternyata.
3.
Anak dipengaruhi oleh yang lain, lingkungan, teman, dan
orang sekitarnya.
Ketika anak beranjak besar, kehidupannya akan semakin
rumit. Ia akan pergi ke sekolah, bertemu dengan teman bermain di sekolah, di
lingkungannya. Pergaulan dengan lingkungan ini akan membentuk karakternya.
Biasanya pengaruh lingkungan ini cukup besar bagi kepribadian anak. Orangtua
tidak bisa selamanya melindungi anak dari pengaruh orang lain.
Partikel-partikel luar ini pulalah yang membuat peneliti sulit untuk menemukan formula khusus. Setiap lingkungan berbeda. Mungkin saja tindakan si anak dipengaruhi lingkungan A, B atau gabungan keduanya. Cukup rumit ya?
4.
Berhubungan namun bukan sebab akibat.
Andaikan susunan jaringan otak sama, dan semua orangtua
mendidik dengan gaya yang sama, riset mengenai otak dan perilaku pada manusia
tidak akan menemukan formula yang sempurna. Sebuah kejadian yang satu dengan
yang lain mungkin berhubungan, tapi belum tentu merupakan hubungan sebab
akibat.
Misalnya : Biasanya anak yang tantrum ketika mengamuk
akan mengompol. Tapi tidak berarti bahwa mengompol menyebabkan tantrum.
Sehingga ketika anak berhasil disembuhkan tantrumnya, maka ia tidak akan
mengompol lagi.
Jadi yang bisa dilakukan dalam sebuah penelitian
mengenai parenting ini adalah :
a.
Menemukan rahasia pola pendidikan yang bisa membuat
anak pintar dan bahagia seperti apa adanya mereka. Tentunya dikaitkan dengan struktur, fungsi dari otak tersebut.
b.
Lalu memberikan resep rahasia tsb kepada orang tua yang
‘kehilangan’ sense / kepekaan dalam mendidik anak agar cerdas dan bahagia.
c.
Menilai bagaimana perkembangan anak tsb 20 tahun
kemudian. Bagaimana karakter mereka berubah ketika dewasa.
Inilah yang dilakukan dalam ilmu pengetahuan. Melihat
keterkaitan, bukan sebab akibat. Tapi tentu saja tidak pernah sempurna, karena
Allah SWT menciptakan manusia berbeda dan mempunyai pribadi yg sangat komplek.
Allahu'alam bi showab...