Alhamdulillah, kami dipertemukan dengan khadimat yang sangat baik. Tidak banyak bertingkah, serta menyayangi si sulung dengan sepenuh hati. Seingat saya, saya jarang sekali komplain terhadap pekerjaannya. Alhamdulillah...
Khadimat sebenarnya bukan pilihan utama kami. Tapi karena saya tak bisa fokus dengan riset saya, dan kebetulam kampus memfasilitasi adanya khadimat, maka kami pun memutuskan untuk mencari khadimat. Alhamdulillah kami mendapatkannya ketika mudik, dan dalam waktu yang sangat singkat. Qadarullah, Allah mempertemukan kami dengan khadimat yang baik, amanah serta sanggup menjaga izzahnya.
Sekarang, saya full di rumah. Mengurus dua buah hati kecil dan juga pekerjaan rumah yang lain. Tentu saja ada yang berbeda. Lebih lelah, lebih ribet, lebih pusing namun lebih puas terutama dalam hal pengasuhan anak..
Memang, setiap anak memiliki karakter yang berbeda. Begitu pun si sulung dan adiknya. Banyak sifat yang jauh berbeda. Si sulung lebih complicated, banyak yg saya tidak fahami dari karakternya. Lebih sensitif dan susah ditebak apa maunya. Tapi kalau saya mau sabar, dia bisa diajak kompromi, asal tau triknya. Si sulung sangat Moody sekali. Sementara adiknya, ceria tapi keras kepala..
Selain karena karakter bawaan, saya merasa bahwa ketidak fahaman saya akan karakter si sulung dipengaruhi juga oleh pengasuhan masa kecil. Ada suatu masa dimana dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama khadimat, karena saya ada di kampus. Ada bagian-bagian yang hilang yang masih saya cari kepingan puzzle nya.
Padahal ketika di rumah, saya ada untuk si sulung. Tidur pun masih bersama saya. Kalau kemana-mana saya selalu mengajak si sulung. Tapi karena ada khadimat, kadang ketika di rumah pun saya 'menitip'kan si sulung pada khadimat. Alasannya karena saya harus menyelesaikan pekerjaan kampus, atau harus mengurus dagangan saya. Karena ada khadimat yang membantu saya mengasuh si sulung itulah, membuat saya 'tenang' untuk mengerjakan pekerjaan lain ketika di rumah.
Saya juga sempat 'limbung', mudah emosi ketika akhirnya khadimat 'harus' pulang, tesis masih harus diselesaikan, sementara adek bayi sebentar lagi akan lahir. Ada masa-masa saya sangat keras pada si sulung.
Sementara ketika ada khadimat, saya lebih sabar pada si sulung karena saya ingin memanfaatkan kebersamaan saya dengan sebaik-baiknya. Ketika ada khadimat, saya juga tidak pusing memikirkan pekerjaan rumah tangga. Tentu saja hal ini berpengaruh terhadap kestabilan emosi. Kadang ketika lelah, emosi lebih mudah tersulut. Dan tentunya ketika si sulung rewel, khadimat dengan sigap dan siap membantu saya.
Masa transisi itulah merupakan masa yang berat bagi saya dan si sulung. Si sulung yang biasa diperlakukan dengan baik oleh Ummi, Abah dan pengasuhnya, kini harus kehilangan teman main, dan Ibu yang sering kali keras padanya. Ia pun jadi susah ditebak dan lebih sensitif.
Khadimat kami begitu baik, tidak pernah memarahi si sulung. Sering saya bilang padanya, "Kalau si sulung memukul atau berlaku tidak baik, kasi tau saja."
Atau ketika saya melihat si sulung marah atau rewel sehingga memukul pengasuhnya, maka saya yang akan menasihatinya dengan tegas. Tapi tetap saja, kalau saya tidak ada, khadimat tidak berani ut memarahinya, atau mengingatkan si sulung.
Sebenarnya saya juga sudah memberikan aturan-aturan yang jelas pada khadimat. Tapi tetap saja berbeda antara mengasuh anak sendirian (eh dibantu suami), dengan adanya khadimat.
Begitulah... ada masa dimana saya tidak hadir ketika si sulung tumbuh. Tidak hilang semuanya, tapi ada bagian yang tidak maksimal. Ada prinsip-prinsip yang tak sempat saya terapkan dengan baik. Sehingga ada kepingan puzzle yang hilang antara saya dan si sulung.
Oo tentu saja, bukan berarti saya menyesali kehadiran khadimat. Saya bersyukur ia pernah ada membantu aktifitas kehidupan saya. Dan jika suatu saat nanti saya diberikan rizki lebih ut mempunyai khadimat, semoga khadimat saya nanti tidak jauh berbeda dengan khadimat saya yang dulu.
Hanya saja, satu catatan penting untuk saya adalah,
untuk selalu 'mendampingi' tumbuh kembang putra-putri saya dari dekat, membersamainya kapan pun dimana pun. Ada khadimat oke saja. Tapi bukan ut pengasuhan.
Adanya khadimat akan sangat membantu pekerjaan domestik kita sebagai ibu. Sehingga kita bisa lebih fokus dan ceria pada anak-anak. Tidak terlalu stress dengan pekerjan rumah. Ada waktu luang ut membaca dan belajar. Serta bisa menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain dan belajar bersama anak.
Saya juga tidak akan menolak kalau suatu saat nanti suami menawarkan khadimat, untuk meringankan tugas domestik ^__^. Tapi kalau bisa yang pulang -pergi, gak nginep di rumah biar si khadimat pun bisa mengurus keluarganya.
Walaupun ada khadimat saya juga tetap ingin beraktifitas di rumah bersama anak-anak, ada di saat anak-anak membutuhkan saya. Jadi ada khadimat bukan karena saya nya bekerja di luar, tapi ut membantu saya menangani pekerjaan rumah ^__^
Terima kasih untuk para khadimat yang dengan tulus ikhlas senantiasa 'profesional' dengan pekerjaannya...:)
Untuk ibu-ibu yang didampingi khadimat, mari kita lebih bijak. Khadimat perlu istirahat, perlu ilmu untuk menambah keterampilannya, serta wajib bagi kita untuk mendidiknya menjadi muslimah shalihah. Karena ia bagian dari tanggung jawab kita. Kita sebagai manajer rumah tangga, akan dimintai pertanggung jawabannya di yaumil akhirat nanti. Ia juga harus dihargai. Ia bukanlah mesin yang 24 jam
stand by, dan harus sempurna mengerjakan segala sesuatunya...
Dan ingatlah... anak-anak kita adalah amanah untuk kita. Dampingilah mereka meski ada khadimat di rumah kita...Jangan sampai da bagian puzzle yang hilang, karena kita terlena...
Allahu'alam bi showab ..:)